CINTA
PERTAMA YANG MENYAKITKAN
Cerpen Karya
Muh Hamsah
Namaku
Aninda Raisa, aku punya 2 orang sahabat namanya Agreeta Gia biasa di panggil
Greeta dan satunya Alexio Nando biasa di sapa Alex, kami sudah bersahabat sejak
kelas 1 SD dan itu sudah 12 tahun yang lalu, yah sekarang kami tumbuh menjadi
seorang remaja yang mulai mengenal arti cinta.
***
Cinta??
Sebenarnya awal mula aku mengenal dan merasakan cinta sudah lama dari aku kelas
4 SD, tapi dengan usiaku yang saat itu masih terbilang anak-anak aku tidak
terlalu mempermasalahkan namanya, yang aku tau aku suka memandangi wajahnya,
aku suka melihat senyumnya, aku suka melihat tawanya, aku suka melihat
matanya,hidungnya, pokoknya aku suka semua tentang dia, Alex. Sahabatku
sendiri. tapi aku tak berani mengatakan apa yang aku rasa padaya, aku hanya
bisa mengaguminya dari kejauhan.
“padahal
raga kita sangat dekat, tapi kenapa kamu terasa sangat jauh dariku?” ringisku
yang masih melihatnya dari tempat dudukku kala itu.
Suatu hari
aku melihat tatapan matanya, dia juga
sering manatapku ketika mengejekku tapi kenapa tatapannya kali ini terasa
berbeda. Tatapan matanya sangat sejuk, mampu membuat jantung ini berdegup lebih
cepat dari biasanya. Ada apa dengannya?
apa dia juga punya rasa untukku? Aku segera menepis anggapan itu, aku tak mau
memPHP diriku sendiri.
“Raisa kamu
nggak apa-apa kan?” tanya Greeta yang duduk di dekatku. Aku baru sadar kalau
ternyata aku lagi makan di kantin
bersama 2 sahabatku ini, Alex membantu menyeka sambal yang kena di pipiku. Aku
mengangguk pelan dan menyudahi khayalanku.
Sepulang
sekolah kami rencana mau main di rumahku karena orang tuaku sedang tidak di
rumah, seperti biasa aku dan Greeta selalu di bonceng Alex setiap pulang
sekolah,aku duduk di depan sementara Greeta berdiri dibelakang. Di usia kami
kala itu, pemandangan itu mencerminkan persahabatan yang kuat.
“aku ingin
kita seperti ini terus, yuhuu” seru Greeta sambil mengangkat satu tangannya
ketika Alex mulai melajukan sepedanya. Sesampainya di rumahku kami langsung
menuju taman yang kebetulan juga satu area dengan kolam renang, Alex segera
melepas bajunya dan langsung menceburkan diri di kolam renang, Greeta sedang
memainkan handponenya sambil rebahan sementara aku sibuk mencari-cari ide untuk
membuat cerita. Tiba-tiba bibi datang membawakan minuman dan sedikit cemilan,
Alex yang mulai kedinginan segera naik dan meminum minuman yang di bawakan bibi
tadi. “nikmat” gumamnya.
“aku ingin
kita terus seperti ini, bisa tertawa bareng, bercanda bareng” ucapku, Alex dan
Greeta hanya mengangguk. “ini alasanku yang nggak mau jujur tentang perasaanku,
aku nggak mau keadaan ini berbalik” sambungku dalam hati
“sama Ra,
tapi terkadang aku juga sering membayangkan kita di 8 tahun yang akan datang,
akan seperti apa kita nanti yah? apa kita masih akrab seperti ini, apa kita
masih bisa makan bareng, apa kita masih bisa bercanda bareng, apa kita masih
bisa pulang bareng” mendengar kata-kata Greeta barusan aku tersentak.
“kamu ini
bicara apa? Selamanya kita akan bersama. Kamu, aku dan Raisa, selamanya kita
adalah sahabat. Aku janji aku nggak akan berubah dan aku akan menjaga kalian
berdua” Alex memang yang paling dewasa di antara kami, usianya masih terbilang
anak-anak tapi dia mampu berpikir dewasa
“iya aku tau
dan aku juga berharap begitu, tapi kita nggak tau apa yang akan terjadi
selanjutnya, kita ini masih sangat kecil, kita masih sangat labil, jangankan 8
tahun kedepan, 2 tahun kedepan saja aku nggak tau persahabatan kita masih
seperti ini atau tidak” apa yang dikatakan Greeta memang benar, kita ini masih
terlalu kecil untuk menjaga sebuah persahabatan. Aku langsung memeluk Greeta
yang sudah mulai mengangis.
***
Hari demi
hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun berlalu kami kini duduk di bangku
kelas VI, masih dengan siswa yang sama, teman-teman yang sama, pelajaran yang
sama dan rasa yang sama,yah rasaku pada Alex tetap sama dan tak pernah berubah
sedikitpun, Satu hal yang berubah ketika kami baru saja menikmati rasanya
menjadi kakak kelas dan kakak tingkat utama, persahabatan. Ya Persahabatan aku,
Greeta dan Alex berubah tak ada lagi canda tawa bareng, tak ada lagi makan
bareng, tak ada lagi hujan-hujanan bareng, tak ada lagi pulang bareng, semua
hal tentang aku, Greeta dan Alex benar-benar berubah. Aku tak mengerti kenapa
Alex tiba-tiba menjauh dan menghindar dari kami. Padahal tak ada masalah yang
terjadi di antara kami bertiga. Terakhir Alex bilang padaku ‘keadaannya tak
seperti dulu’ aku tak mengerti apa maksudnya. Sejak saat itu Alex tak pernah
main dengan aku dan Greeta. Aku yang
mulai beranjak remaja sudah mulai merasakan yang namanya ‘rindu’ aku rindu Alex
setiap saat, aku rindu melihat wajahnya, aku rindu melihat senyumya,
candaannya. Aku semakin tersiksa dengan rasaku sendiri.
“Raisa kamu
kenapa bengong aja dari tadi?” Greeta membuyarkan lamunanku. Aku menggeleng
pelan dan memandangi wajah Alex yang sibuk mencatat, Greeta mengerti apa yang
aku rasakan, dia mengusap lenganku.
“Alex kamu
nggak nepatin janji kamu” lirih Greeta
Seminggu
kemudian teman-teman kelas sedang membicarakan Syilla dan Alex yang tengah
dekat, ada juga yang bilang kalau Alex suka sama Syilla dari kelas 3 SD dan
yang membuatku kecewa adalah ternyata Syilla itu Cinta Pertamanya Alex. Asyilla
Ashagaf, dia adalah teman sekelasku dari kelas 1 SD juga tapi aku tidak terlalu
dekat dengannya. Syilla memang pintar dan sering mendapat peringkat tapi dia
masih dibawah dari aku, Greeta dan Alex.
Ketika aku
masuk kelas aku mendapati alex tengah mengajari Syilla, aku yang sebenarnya
sakit hati melihat pemandangan itu pura-pura cuek dan langsung menuju tempat
dudukku.
Di tempat
lain Greeta terlihat berjalan gontai di koridor sambil meneteskan air mata, air
mata kehilangan lebih tepatnya. Bagaimana bisa Alex pergi darinya tanpa pesan
terakhir. Tanpa angin dan hujan badai Alex bertingkah cuek bebek ketika bertemu
atau berpapasan dengannya. Apa Alex tak pernah merasakan sakitnya dikhianati?
Alex sendiri yang berjanji tidak akan meninggalkan mereka tapi kenapa tiba-tiba
semuanya berubah? Greeta hanya bisa menangis dalam diam, di depan Raisa dia
tidak pernah menunjukkan kesedihan dan kekecewaannya. Dia hanya berusaha tegar,
berusaha menutup luka yang ia rasakan, berusaha mengobati luka yang Alex
berikan padanya dan Raisa, berusaha
senyum ditengah kerapuhannya, berusaha bahagia dengan apa yang dimiliki
sekarang, setidaknya dia masih punya Raisa.
***
Waktu
berputar begitu cepat, kami kini duduk di kelas IX, masih di SMP yang sama tapi
sayang kami berdua tidak sekelas lagi dengan Alex. Alex kelas IX 1 sementara
aku dan Greeta IX 3, kesempatan Alex melupakan aku dan Greeta semakin besar.
Semenjak kita masuk SMP aku sering mendengar dari teman-teman kalau Alex sering
gonta-ganti cewek. bahkan ada 2 cewek yang pernah jambak-jambakan karena
ngerebutin Alex padahal mereka berdua sudah bersahabat sejak lama. Menurutku
itu benar-benar wow !!
“Greeta di
mana yah? Kok daritadi nggak kelihatan?” aku sibuk mencari sahabatku karena aku
punya berita gembira untukknya, pandangankuu berhenti pada gadis perempuan yang
tengah duduk menyendiri di bangku taman, aku menghampirinya.
“Greeta?
Kamu ngapain disini?” Greeta nampak kaget dengan kehadiranku, aku melihat
matanya sembab, apa dia baru saja menangis?
“kamu
kenapa? Kamu nangis?” tanyaku memastikan,
“nggak kok,
ada apa?” Greeta menggeleng dan menutup buku yang dibacanya. Aku mengambil
tempat disampingnya dan mengatakan kalau Radit mengirim salam padanya, dia
tampak kaget dan kemudian hanya mengangguk pelan.
“kamu
ngangguk tandanya apa? Kamu menerima salam darinya?” tanyaku, Greeta menggeleng
cepat, aku curiga dia sudah punya seseorang yang spesial, aku berusaha
memancingnya dan dia bilang itu ‘masa lalu’
“masa lalu?
Berarti kamu pernah jatuh cinta pada seseorang? Ahh siapa? Kok kamu nggak
pernah cerita ke aku?” aku mendadak kepo, memang aku tidak pernah bertanya
tentang kisah cintanya karena menurutku itu private.
“jangan-jangan
sama Rafa” tebakku, Greeta hanya tersenyum tipis sambil menggeleng malu-malu,
aku menyimpulkan kalau tebakanku benar.
“kamu
sendiri pernah jatuh cinta nggak? Sama siapa? Kok kamu nggak pernah cerita sama
aku” Greeta balik menanyaiku, dan aku pikir ini saat yang tepat untuk aku
bilang tentang ake dan Alex padanya. Akhirnya aku menceritakan awal mula aku
mulai suka pada Alex dan terlihat Greeta terkejut dengan pengakuanku, dia
memelukku dan hanya bilang ‘sabar’, aku lega setelah mengatakan itu semua
padanya, setidaknya kini aku punya tempat untuk mengadu.
Suatu hari
aku dan Greeta berjalan di dekat lapangan basket, aku sibuk memainkan ipad,
tiba-tiba ada adik kelas cowok yang memanggil Greeta.
“ka, kakak
di panggil sama orang itu” cowok itu menunjuk ke arah orang yang menyuruhnya,
“ya ampun
Greet aku duluan yah, handphoneku ketinggalan di laci” aku segera berlari ke
kelas dan meninggalkan Greeta di lapangan
“dan ini di
suruh kasih ke kakak” cowok itu memberikan permen karet, Greeta segera mencari
orang yang di tunjuk cowok itu. orang itu berdiri di balkon lantai atas sekolah
dan tersenyum ke arah Greeta. Greeta memanggil cowok yang memberikan permen
karet itu.
“tolong
kembalikan ini padanya” Greeta mengembalikan permen karet itu dan kemudian
segera pergi.
Aku yang
melihat Greeta memasuki kelas bertanya siapa yang memanggilnya tadi, Greeta
hanya bilang dia nggak tau. Aku hanya mengangguk pelan.
Hari-hari
terakhirku di SMP berjalan seperti biasa, tak ada yang terasa spesial setiap
harinya, bahkan sampai sekarang aku belum bisa melupakan Alex, aku belum bisa
melupakan kenanganku bersama Alex. Aku melampiaskan kekecewaanku di taman, aku
menangis sejadi-jadinya. Aku tak tau kenapa
aku harus menangisnya, apa karena aku menyesal sudah mencintai Alex
ataukah aku marah kenapa Alex tidak pernah mengerti perasaanku, hari itu aku
benar-benar lelah dengan perasaanku.
***
Hari ini aku
dinyatakan naik ke kelas XII, aku sangat senang karena aku semakin dekat dengan
cita-citaku yaitu menjadi seorang penulis novel, sebenarnya impianku dari dulu
yaitu menulis novel tentang persahabatan aku, Greeta dan Alex tapi impian itu
perlahan pupus seiring persahabatan kami bubar. Kini aku ingin menulis novel
tentang kisah cintaku, yah ‘cinta pertama yang menyakitkan’. Kali ini kami
bertiga terbagi dalam 3 kelas.
Hari demi
hari aku lalui dengan teman-teman baru, dan kehadiran Vano mampu membuat aku
tertawa seperti dulu saat aku masih dengan Alex, tapi jujur dalam hatiku yang paling
dalam aku belum dapat melupakannya. Aku hanya mampu tertawa sesaat saja,
setelah itu semuanya kembali seperti semula saat aku kehilangan Alex. Tapi Vano
tetap setia menghiburku, apa Vano adalah alasan kenapa aku dan Alex tidak
bersatu? Aku mencoba membuka hatiku pada Vano, aku tau akan sangat sulit tapi
Vano benar-benar meyakinkanku. Aku menceritakan hubunganku dengan Vano pada
Greeta, dia terlihat senang karena aku sudah bisa membuka hati untuk orang
lain.
“lalu
bagaimana denganmu?” tanyaku pada Greeta, dia hanya tersenyum tipis
Suatu hari
Greeta berjalan sendirian di dekat lapangan basket tiba-tiba adik kelas cowok
menghampirinya dan bilang kalau ada pria yang memanggilnya tak lupa cowok itu
memberikan permen karet.
“siapa?”
tanya Greeta, cowok itu hanya bilang ‘dia menunggu kakak di taman’
Greeta
langsung menuju taman yang ada di belakang sekolah namun tak menemukan siapapun
di sana, hanya keheningan yang menyambutnya. Greeta beranjak dari bangku taman
tapi-tiba-tiba ada yang menahan
tangannya, Greeta menoleh dan Alex terlihat menggenggam erat tangan mulusnya.
Greeta kaget dan berusaha melepaskan genggaman alex tapi genggaman Alex terlalu
kuat.
“apa lagi?
Aku dan Raisa sudah tidak membutuhkan kamu lagi” ucap Greeta sinis seraya
berusaha melepaskan tangannya. Alex menunduk dan merasa bersalah. Greeta
menahan emosinya dan bertanya alasan Alex menghindar dan menjauh dari mereka.
‘bukankah kamu sendiri yang janji nggak akan ninggalin kita’ Greeta berusaha
mencari kejujuran di mata Alex. Alex menghela nafas panjang dan menceritakan
alasannya menghindar dari mereka berdua.
“ya aku tau
aku salah, tapi aku nggak ingin persahabatan kita berantakan karena cinta, jadi
lebih baik aku mengalah. Sebenarnya aku sudah menyimpan rasa ini ke kamu dari
dulu, aku mau ngomong ini ke Raisa tapi aku keburu dengar kalau Raisa juga
punya rasa untukku,” jelas Alex yang membuat mata Greeta membola. Dia
benar-benar tidak percaya dengan semua ini. Dia takut ini malah akan jadi awal
pertengkarannya dengan Raisa.
“maaf lex
tapi aku nggak bisa, aku nggak mau kehilangan Raisa, cukup kamu saja yang
pergi” ucap Greeta, cairan bening perlahan jatuh dari pelupuk matanya.
“Greet, aku
tau ini sulit untuk kamu, tapi tolong ngertiin perasaan aku, aku udah nggak
sanggup nahan rasa ini sendirian” mendengar ucapan alex, Greta malah memarahi
Alex. ‘kamu minta aku ngertiin perasaan kamu? Kamu jangan egois Lex, kamu juga
harus ngertiin perasaan Raisa, kamu tau dari kita masih bersahabat dia udah
punya tempat buat kamu, apa kamu nggak bisa melihat itu’
“Greet tatap aku, kamu juga sudah menyiapkan
tempat untukku di hatimu kan?” Alex menatap lekat wajah Greeta tapi Greeta
menyangkal.
“kamu bohong
kan? Aku tau kamu Greet, kalau kamu emang nggak suka sama aku, bilang kalau
kamu nggak suka sama aku, bilang kalau kamu nggak punya tempat untukku, bilang
kalau kamu nggak pernah mencintaiku bahkan sedetikpun itu” Alex meminta Greeta
mengucapkan kata-kata itu untuk meyakinkannya kalau Greeta benar-benar tidak
pernah mencintainya. Namun Greeta hanya diam dan semakin banyak air mata yang
keluar dari matanya.
“sudahlah”
Greeta membentak Alex dan meninggalkan alex, tapi baru saja Greeta membalikkan
badannya, sudah berdiri Raisa dan Vano di taman itu, Greeta terbelalak dan
mencoba menjelaskan kesalapahaman ini pada Raisa.
Aku
benar-benar kaget mendengar pengakuan Alex, jadi selama ini rasaku padanya
sia-sia ? Aku benar-benar kacewa. Aku harus menyaksikan orang yang aku cintai
selama bertahun-tahun malah mencintai sahabatku. Vano yang berdiri disampingku,
mengelus-ngelus lenganku.tapi apa ini? Kenapa aku tidak menangis? Kenapa aku
tidak bisa marah? Harusnya aku harus benci sama Greeta karena dia sudah
mengambil cinta pertamaku. Tapi kenapa aku malah merasa lega?. Greeta berjalan ke arahku dan menjelaskan apa
yang terjadi tadi.
“cukup
Greet, sudah jelas semuanya. Aku tau rasaku padanya selama ini sia-sia. Tapi
entah kenapa sekarang aku merasa lega, ya aku lega karena orang yang aku cintai
sudah menemukan orang yang tepat dan itu sahabatku sendiri.” jelasku, aku
melihat raut wajah Greeta, Alex dan Vano benar-benar bingung.
“aku nggak
tau apa yang terjadi padaku sekarang tapi aku rasa, rasa persahabatanku pada
kalian berdua lebih besar dari rasa cinta, marah dan benci. Aku sudah
mempunyai Vano dan aku yakin dia adalah
alasan kenapa aku dan Alex tidak pernah bersama. Dan aku berharap kalian bisa
bersama supaya kita bisa memperbaiki kembali
persahabatan kita yang pernah rusak”
ucapku dan membuat Greeta bingung
“aku tau
kamu juga suka sama Alex, ini. Sudah kamu nggak usah sembunyiin perasaan kamu,
nanti kamu akan kehilangan orang yang kamu cintai itu” aku memperlihatkan buku
yang dibaca Greeta suatu haru di taman dan di dalamnya terselip foto Alex.
Akhirnya Greeta mengakui perasaannya dan sudah pasti membuat alex senang.
“sekarang kita
mulai kembali persahabatan kita” ucapku. Vano terlihat bangga melihat sikapku
dan dia memelukku, begitu juga Alex sangat senang karena dia bisa jadian dengan
cinta pertamanya, dia memeluk erat tubuh Greeta.
No comments:
Post a Comment